Cari Blog Ini

0 Kebudayaan Suku Toraja

Rabu, 02 Oktober 2013
Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dengan 500.000 di antaranya masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa.[1] Mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen, sementara sebagian menganut Islam dan kepercayaan animisme yang dikenal sebagai Aluk To Dolo. Pemerintah Indonesia telah mengakui kepercayaan ini sebagai bagian dari Agama Hindu Dharm

Kebudayaan Suku Toraja
Tongkonan
Ukiran Kayu
Upacara Pemakaman
Musik Dan Tarian
Bahasa

Tongkonan

Tongkonan adalah rumah tradisional Toraja yang berdiri di atas tumpukan kayu dan dihiasi dengan ukiran berwarna merah, hitam, dan kuning. Kata "tongkonan" berasal dari bahasa Toraja tongkon ("duduk").
Tongkonan mempunyai 3 jenis, yaitu :
Tongkonan layuk adalah tempat kekuasaan tertinggi, yang digunakan sebagai pusat tempat pemerintahan.
Tongkonan pekamberan adalah milik anggota keluarga yang memiliki wewenang tertentu dalam adat dan tradisi lokal.
tongkonan batu adalah tempat tinggal anggota keluarga biasa.

Ukiran Kayu



 Bahasa Toraja hanya diucapkan dan tidak memiliki sistem tulisan. Untuk menunjukan konsep keagamaan dan sosial, suku Toraja membuat ukiran kayu dan menyebutnya Pa'ssura yang artinya tulisan. Oleh sebab itu ukiran kayu merupakan perwujudan budaya Toraja.

Upacara Pemakaman




Masyarakat suku toraja juga terkenal dengan budaya pemakamannya yang super mahal, semakin kaya seseorang maka pemakamannya pun akan semakin mahal. Tidak semua orang dari suku toraja mengadakan upacara ini, upacara ini hanya berhak digelar oleh keluarga dari bangsawan.
Tempat prosesi pemakamannya disebut dengan rante.
Cara pemakaman suku toraja ada tiga yaitu : Peti mati yang disimpan dalam gua, dimakam batu berukir atau digantung di tebing.

Musik Dan Tarian



Suku Toraja melakukan tarian dalam beberapa acara, kebanyakan dalam upacara penguburan. Mereka menari untuk menunjukkan rasa duka cita, dan untuk menghormati sekaligus menyemangati arwah almarhum karena sang arwah akan menjalani perjalanan panjang menuju akhirat. Pertama-tama, sekelompok pria membentuk lingkaran dan menyanyikan lagu sepanjang malam untuk menghormati almarhum (ritual terseebut disebut Ma'badong). Ritual tersebut dianggap sebagai komponen terpenting dalam upacara pemakaman. Pada hari kedua pemakaman, tarian prajurit Ma'randing ditampilkan untuk memuji keberanian almarhum semasa hidupnya. Beberapa orang pria melakukan tarian dengan pedang, prisai besar dari kulit kerbau, helm tanduk kerbau, dan berbagai ornamen lainnya. Tarian Ma'randing mengawali prosesi ketika jenazah dibawa dari lumbung padi menuju rante, tempat upacara pemakaman. Selama upacara, para perempuan dewasa melakukan tarian Ma'katia sambil bernyanyi dan mengenakan kostum baju berbulu. Tarian Ma'akatia bertujuan untuk mengingatkan hadirin pada kemurahan hati dan kesetiaan almarhum. Setelah penyembelihan kerbau dan babi, sekelompok anak lelaki dan perempuan bertepuk tangan sambil melakukan tarian ceria yang disebut Ma'dondan.
Tarian Manganda' ditampilkan pada ritual Ma'Bua'.
Seperti di masyarakat agraris lainnya, suku Toraja bernyanyi dan menari selama musim panen. Tarian Ma'bugi dilakukan untuk merayakan Hari Pengucapan Syukur dan tarian Ma'gandangi ditampilkan ketika suku Toraja sedang menumbuk beras Ada beberapa tarian perang, misalnya tarian Manimbong yang dilakukan oleh pria dan kemudian diikuti oleh tarian Ma'dandan oleh perempuan. Agama Aluk mengatur kapan dan bagaimana suku Toraja menari. Sebuah tarian yang disebut Ma'bua hanya bisa dilakukan 12 tahun sekali. Ma'bua adalah upacara Toraja yang penting ketika pemuka agama mengenakan kepala kerbau dan menari di sekeliling pohon suci.
Alat musik tradisional Toraja adalah suling bambu yang disebut Pa'suling. Suling berlubang enam ini dimainkan pada banyak tarian, seperti pada tarian Ma'bondensan, ketika alat ini dimainkan bersama sekelompok pria yang menari dengan tidak berbaju dan berkuku jari panjang. Suku Toraja juga mempunyai alat musik lainnya, misalnya Pa'pelle yang dibuat dari daun palem dan dimainkan pada waktu panen dan ketika upacara pembukaan rumah.

Bahasa
Dialek bahasa yang utama adalah sa'dan toraja.
Toraja juga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan resmi yang sering digunakan oleh masyarakat, namun bahasa torajapun masih mereka lestarikan.
Ragam bahasa tana toraja antara lain kalumpang, mamase, Tae', Toala, Talondo, dan Toraja-sa'dan termasuk kedalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia dari bahasa Austronesia.
Penyebab keragaman bahasa toraja disebabkoan oleh adanya pegaruh dari proses transmigrasi yang dilakukan pada masa penjajahan.

Sumber : http://id.wikipedia.org
Read more